Osteoporosis merupakan sebuah penyakit yang dapat meningkatkan risiko kejadian patah tulang akibat tulang yang menjadi rapuh. Kejadian patah tulang tersebut merupakan sebuah kondisi yang dapat menyebabkan kecacatan ataupun kematian. Oleh dari itu, penatalaksanaan yang tepat dan komprehensif perlu dilakukan secepat mungkin untuk meminimalisir risiko patah tulang.
Bagaimana penatalaksanaan osteoporosis pasca menopause dengan obat-obatan?
Tatalaksana dengan obat-obatan dimulai setelah dilakukan pemeriksaan densitas mineral tulang dengan DXA dan didapatkan adanya T-score ≤ 2,5 atau risiko fraktur yang tinggi berdasarkan perhitungan dengan metode FRAX.
Tabel 1. Definisi Osteoporosis menurut WHO
Klasifikasi | Skor-T |
Normal | Skor-T bernilai ≥ -1.0 |
Low Bone Mass (Osteopenia) | Skor-T bernilai di antara -1.0 dan -2.5 |
Osteoporosis | Skor-T bernilai ≤-2.5 |
Osteoporosis Berat | Skor-T bernilai ≤-2.5 dengan disertai 1 atau lebih fraktur |
Terapi khusus yang bisa digunakan untuk pasien osteoporosis mencakup:
· Bisfosfonat
· Denosumab
· Romosozumab
· Raloksifen
· Terapi pengganti hormon
Pada semua pasien perlu diberikan suplementasi vitamin D dan kalsium yang cukup.
Sampai kapan obat osteoporosis dikonsumsi?
Biasanya lama waktu dari minum obat bergantung pada jenis obat, derajat keparahan serta risiko yang dimiliki individu, dengan rentang waktu pengobatan beberapa tahun sesuai respon terapi.
Adakah obat yang menyebabkan osteoporosis?
Obat yang dapat menyebabkan tulang menjadi lebih rapuh (bone loss) antara lain adalah obat golongan antikejang (fenitoin, fenobarbital), agen sitotoksik, aromatase inhibitor, steroid jangka panjang, agen imunosupresan (siklosporin), agonis atau antagonis GnRH serta medroxyprogesteron intramuskular. Lainnya, obat yang meningkatkan risiko fraktur juga harus dipertimbangkan dan ditinjau ulang seperti golongan opioid, benzodiazepin, tiazolidindion, inhibitor SGLT-2, SSRI dan SNRI.
Bagaimana modifikasi gaya hidup pada pengidap osteoporosis pasca menopause?
Modifikasi gaya hidup yang dianjurkan adalah merutinkan olahraga yang berfokus pada latihan kekuatan, fleksibilitas, keseimbangan serta pembebanan berat badan pada kaki minimal 2 kali dalam seminggu. Bagi pasien yang telah terdiagnosis osteoporosis, latihan dimulai tanpa adanya beban, dan bertahap ditingkatkan hingga mencapai beban yang sesuai. Tujuan dilakukannya latihan ini adalah untuk meningkatkan kekuatan otot agar menurunkan risiko terjatuh dan mencegah perburukan osteoporosis. Penggunaan alat bantu atau ortosis seperti korset, tongkat atau alat bantu jalan lainnya dapat digunakan pada pasien yang mengalami gangguan keseimbangan.
Apakah perubahan pola makan diperlukan bagi pengidap osteoporosis pasca menopause?
Diet tinggi kalsium, protein dan kaya vitamin D disarankan untuk menjaga kesehatan tulang. Anjuran pemberian dosis kalsium pada wanita berusia 50 tahun ke atas adalah 1200 mg/hari. Apabila terjadi kondisi menopause dini, asupan kalsium disesuaikan berdasar umur dan dapat dilihat pada tabel di bawah.
Tabel 2. Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Kalsium.
Usia | Pria | Perempuan | Hamil | Menyusui |
0-6 bulan* | 200 mg-an | 200 mg-an |
|
|
7-12 bulan* | 260 mg | 260 mg |
|
|
1-3 tahun | 700 mg-an | 700 mg-an |
|
|
4-8 tahun | 1.000 mg | 1.000 mg |
|
|
9-13 tahun | 1.300 mg | 1.300 mg |
|
|
14-18 tahun | 1.300 mg | 1.300 mg | 1.300 mg | 1.300 mg |
19-50 tahun | 1.000 mg | 1.000 mg | 1.000 mg | 1.000 mg |
51-70 tahun | 1.000 mg | 1.200 mg |
|
|
70 tahun | 1.200 mg | 1.200 mg |
|
|
Apakah pengidap osteoporosis pasca menopause harus diberikan suplementasi vitamin D?
Pemberian suplementasi vitamin D disarankan dan patut dipantau. Lebih baik apabila sebelum dimulai pemberian vitamin D, pengecekan kadar vitamin D dilakukan untuk menentukan pemberian dosis yang diberikan antara dosis pemeliharaan atau terapeutik. Namun pada dasarnya, kebutuhan vitamin D per hari berada di rentang 400-1200 U.
Daftar Pustaka:
1. Hall, Jennifer. Guyton and Hall textbook of medical physiology. Elsevier, 2015.
2. Osteoporosis screening and management guidelines [Internet]. 2022 [cited 2024 Nov 1]. Available from: https://wa.kaiserpermanente.org/static/pdf/public/guidelines/osteoporosis.pdf
3. Cravo V, Papaioannou A, Giangregorio L. Breaking down bone health disparities in Canada. CMAJ. 2023;195(39) .Available from: https://www.cmaj.ca/content/cmaj/195/39/E1333.full.pdf doi: 10.1503/cmaj.231275
4. Lim J, Reynolds E, Hosking S, Law S, Fleming T. Uncovering the complexities of treating severe osteoporosis: A comprehensive review. Int J Women’s Health. 2023;12:567-589. Available from: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2405525523000316
5. Kanis JA, Cooper C, Rizzoli R, Reginster JY; Scientific Advisory Board of the European Society for Clinical and Economic Aspects of Osteoporosis (ESCEO) and the Committees of Scientific Advisors and National Societies of the International Osteoporosis Foundation (IOF). European guidance for the diagnosis and management of osteoporosis in postmenopausal women. Osteoporos Int. 2019 Jan;30(1):3-44. doi: 10.1007/s00198-018-4704-5. Erratum in: Osteoporos Int. 2020 Jan;31(1):209. PMID: 30324412; PMCID: PMC7026233.
6. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Buku Saku Reumatologi. 2021.