Kalsium
merupakan salah satu mineral yang penting dengan jumlah paling banyak di tubuh,
dan sebagai bagian dari struktur tulang dan gigi serta memungkinkan pergerakan
tubuh yang normal dengan menjaga jaringan tetap kuat dan fleksibel. Tubuh
manusia tidak dapat memproduksi kalsium, sehingga dibutuhkan asupan kalsium
dari bahan makanan sumber sehari-hari dan suplementasi bila diperlukan, untuk
membangun tulang dan gigi yang kuat dan menjaganya tetap sehat. Tulang yang
sehat akan lebih rendah risiko patah apabila terjadi trauma atau terjatuh. Kalsium tidak hanya berfungsi membangun
tulang yang kuat, tetapi juga membantu otot, jantung, dan saraf dapat bekerja
dengan baik. Apabila asupan kalsium dari
makanan sumber tidak mencukupi, maka tubuh akan mengambil kalsium dari tulang
untuk memenuhi kebutuhan. Seiring waktu, proses ini membuat tulang menjadi
lebih lemah dan meningkatkan risiko osteoporosis, yaitu suatu kondisiyang
menyebabkan tulang menjadi lemah dan rapuh, dan orang-orang dengan osteoporosis
memiliki risiko lebih tinggi mengalami fraktur atau patah tulang. (1)
Saat lahir, tubuh manusia mengandung
sekitar 26-30 gram kalsium. Setelah lahir, jumlah ini akan meningkat dengan
cepat, saat dewasa mencapai sekitar 1200 gram pada perempuan, dan 1400 gram
pada laki-laki. Kadar ini akan tetap konstan pada laki-laki, tetapi mulai
menurun pada perempuan akibat peningkatan remodeling tulang akibat penurunan
produksi estrogen pada awal menopause.
Penyerapan kalsium dari makanan sekitar 45% pada asupan 200 mg/hari,
tetapi hanya 15% ketika asupan lebih tinggi dari 2000 mg/hari. Faktor usia juga dapat memengaruhi penyerapan
kalsium dari makanan. Penyerapan bersih kalsium dari makanan sebanyak 60% pada
bayi dan anak-anak, yang membutuhkan jumlah yang cukup besar untuk membangun
tulang, tetapi akan menurun hingga 25% pada usia dewasa dan terus menurun
seiring bertambahnya usia.
Tabel 1: Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Kalsium |
||||
Usia |
Pria |
Perempuan |
Hamil |
Menyusui |
0–6 bulan* |
200 mg-an |
200 mg-an |
|
|
7–12 bulan* |
260 mg |
260 mg |
|
|
1–3 tahun |
700 mg-an |
700 mg-an |
|
|
4–8 tahun |
1.000 mg |
1.000 mg |
|
|
9–13 tahun |
1.300 mg |
1.300 mg |
|
|
14–18 tahun |
1.300 mg |
1.300 mg |
1.300 mg |
1.300 mg |
|
|
|
|
|
19–50 tahun |
1.000 mg |
1.000 mg |
1.000 mg |
1.000 mg |
|
|
|
|
|
51–70 tahun |
1.000 mg |
1.200 mg |
|
|
>70+ tahun |
1.200 mg |
1.200 mg |
|
|
Bahan
makanan sumber tinggi kalsium adalah sebagian besar dari lauk hewani seperti
ikan dan susu serta produk olahan susu lainnya, seperti keju, atau yoghurt, serta
sayuran hijau, seperti kangkung dan brokoli. Sebagian juga didapat dari sereal,
produk kedelai, dan makanan atau minuman yang diperkaya dengan kalsium. Apabila
tidak mencukupi dari bahan makanan sumber, maka dapat dibantu dengan
suplementasi sesuai rekomendasi dokter, untuk ditentukan jenis, dosis, dan
waktu terbaik untuk mengonsumsi suplemen kalsium. (2)
Nutrien
lainnya yang memiliki kaitan erat dengan kalsium, adalah vitamin D, yaitu
vitamin larut lemak yang digunakan oleh tubuh untuk perkembangan dan
pemeliharaan tulang normal, dengan meningkatkan penyerapan kalsium, magnesium,
dan fosfat. Vitamin D juga berfungsi dalam proses aktivasi berbagai enzim di
dalam tubuh, dan berperan penting sebagai prehormon dengan metabolit aktifnya
dalam proses homeostasis kalsium dan integritas tulang. Aktivitas utama vitamin
D adalah di kulit, saluran cerna, tulang, paratiroid hormon, sistem imun, dan
pankreas. Perubahan kadar kalsium serum dan produksi PTH menstimulasi sintesis
kalsitriol. Kadar kalsium serum yang
rendah akan menstimulasi produksi PTH. Hormon PTH bekerja di ginjal dengan
meningkatkan reabsorpsi kalsium dan diuresis fosfat, serta merangsang
1α-hidroksilase, sehingga akan meningkatkan produksi kalsitriol. Hormon PTH dan
kalsitriol saling bekerja sama di tulang untuk meningkatkan kadar kalsium dan
fosfat di plasma. Sementara itu, apabila kadar kalsium serum tinggi, maka
kelenjar tiroid akan mensekresi kalsitonin untuk menekan mobilisasi, dan
ekskresi kalsium dan fosfat di ginjal menjadi meningkat. Kadar
25-hidroksivitamin D yang beredar lebih dari 30 ng/mL diperlukan untuk
mempertahankan kadar vitamin D yang sehat.
Vitamin D juga berperan dalam mengatur tekanan darah, sistem imun,
kontraksi otot, dan memperbaiki fungsi sel β pankreas. Peran vitamin D untuk memperbaiki sel β pankreas
tersebut dengan melindungi sel β pankreas dari kerusakan karena sitokin proinflamasi,
sehingga insulin diproduksi sesuai untuk menstabilkan kadar glukosa darah di
sirkulasi. (3)
Pajanan
sinar matahari memiliki peran penting dalam proses aktivasi vitamin D di tubuh.
Pajanan sinar UVB pada kulit yang dapat merangsang provitamin D3 menjadi
vitamin D3 adalah pada panjang gelombang 285‒320 nm. Panjang gelombang puncak
yang efektif adalah berada pada 300 nm, dan keadaan tersebut dapat mengaktifkan
vitamin D dan meningkatkan kadar kalsidiol darah. Sementara itu, orang dengan
kulit lebih gelap membutuhkan 10‒50 kali lebih besar pajanan sinar UVB, karena
pigmen kulit merupakan sawar terhadap penyerapan sinar UVB, yang hanya mampu
menyerap sebatas 200‒280 nm. Pajanan
sinar matahari dengan panjang gelombang tersebut pada daerah tropis seperti
Indonesia, berdasarkan hasil penelitian Setiati di Indonesia, yaitu daerah
Jakarta dan Bekasi, didapatkan bahwa intensitas sinar UVB relatif stabil dan
tinggi setelah pukul 11.00 hingga 14.00. Waktu yang dibutuhkan untuk terpajan
sinar matahari tersebut, menjadi lebih singkat yaitu 7,5 menit. Sedangkan
intensitas sinar UVB pada pukul 09.00, waktu pajanan dengan matahari yang
dibutuhkan untuk dapat mensintesis vitamin D adalah 25 menit. (4)
Pemenuhan
asupan vitamin D berasal dari bahan makanan sumber dan suplementasi.
Ergokalsiferol berasal dari nabati, dan kolekasiferol berasal dari hewani.
Beberapa bahan makanan sumber yang mengandung vitamin D adalah seperti sayur
sawi, bayam, jamur, minyak hati ikan kod, ikan salmon, ikan tuna, ikan makerel,
dan kuning telur. Bahan makanan alamiah sumber vitamin D termasuk sedikit dapat
diperoleh, sehingga banyak bahan makanan sumber yang difortifikasi seperti pada
susu, keju, mentega atau sereal. Asupan vitamin D dapat ditingkatkan dari
berbagai bahan makanan sumber, walaupun jumlah vitamin D dari asupan belum
sepenuhnya mencukupi kebutuhan vitamin D harian. Kandungan vitamin D pada bahan
makanan sumber bervariasi jumlahnya, seperti pada ikan salmon 100 g terdapat
600 IU vitamin D3, ikan tuna 100 g terdapat 230 IU vitamin D3, kuning telur
satu butir terdapat 20 IU vitamin D3, susu sapi 100 g terdapat 54 IU vitamin
D3, minyak hati ikan Cod 5 mL terdapat 400 IU vitamin D3, mentega 100 g
terdapat 80 IU vitamin D3, dan pada udang 100 g terdapat 120 IU vitamin
D3. Sumber vitamin D dalam bentuk
suplemen, biasanya didapatkan dalam bentuk kolekalsiferol dan ergokalsiferol.
Kedua bentuk vitamin D tersebut, baik ergokalsiferol maupun kolekalsiferol
memiliki proses metabolisme yang sama. Namun, bentuk kolekalsiferol 2‒3 kali
lebih efektif dibandingkan dengan ergokalsiferol, dalam kerjanya meningkatkan
kadar vitamin D di dalam darah, dan kolekalsiferol memiliki afinitas yang lebih
tinggi dalam ikatannya dengan protein plasma. Vitamin D memiliki waktu paruh
yang pendek, sehingga dibutuhkan kadar yang cukup di dalam sirkulasi darah,
yaitu dapat dipertahankan pada kadar 30 ng/mL. Berdasarkan Konsensus National
Academy of Medicine tahun 2010, rekomendasi asupan untuk memenuhi kebutuhan
vitamin D pada orang dewasa adalah sebanyak 600 IU/hari, dan jumlah ini sesuai
menurut Angka Kebutuhan Gizi untuk orang Indonesia dewasa. Menurut National
Institute for Health and Care Excellence (NICE) rekomendasi suplementasi
vitamin D pada keadaan risiko tinggi sebanyak 1000 IU/hari. (5,6)
(Wimalawansa SJ.
Physiological basis for using vitamin D to improve health. Biomedicines.
2023;11(6):1542. doi:10.3390/biomedicines11061542)
Demikian
pentingnya pemenuhan asupan kalsium dan vitamin D untuk kesehatan tulang. American Geriatrics Society
merekomendasikan suplementasi vitamin D minimal 1000 IU/hari dengan kalsium
kepada orang dewasa yang lebih tua (usia >65 tahun) untuk mengurangi risiko
patah tulang dan jatuh. Konsentrasi serum 25(OH)D sebesar 30 ng/mL (75μM) harus
menjadi sasaran minimal bagi orang dewasa yang lebih tua, terutama bagi
geriatric yang berisiko lebih tinggi jatuh, cedera, dan patah tulang.
Peningkatan asupan kalsium dari makanan harus dipertimbangkan terlebih dahulu.
Bila asupan kalsium dari makanan tidak dapat terpenuhi atau pasien tidak mau
melakukannya, tablet suplemen kalsium dapat digunakan. Kalsium karbonat dapat
diserap tubuh bila dikonsumsi bersama makanan. Kalsium sitrat direkomendasikan
bagi individu dengan riwayat batu ginjal.
Individu dengan kekurangan nutrisi, yang tidak dapat dipenuhi dengan
perubahan pola makan, maka suplementasi dapat membantu mengoreksi kesenjangan
tersebut. (7)
Pencegahan merupakan pilihan terbaik dibandingkan dengan pengobatan, baik dalam konteks pencegahan osteoporosis, maupun risiko fraktur patologis. Pemberian suplementasi kalsium dan vitamin D sesuai dosis merupakan salah satu upaya terapi medis preventif. Kondisi kekurangan vitamin D dan disertai asupan kalsium yang rendah merupakan faktor penting sebagai pencetus terjadinya osteoporosis dan fraktur patologis. Pada individu sehat, dapat disarankan untuk memenuhi asupan vitamin D yang optimal sesuai rekomendasi nasional dan internasional. Penelitian menunjukkan bahwa suplementasi yang memadai adalah 700-1000 IU vitamin D (lebih diutamakan bentuk kolekalsiferol), diperlukan untuk meningkatkan fungsi fisik dan pencegahan jatuh dan patah tulang. Suplementasi kalsium tambahan dapat dipertimbangkan ketika asupan kalsium dari makanan <700 mg/hari, dengan dosis suplementasi yang mengarah ke total asupan kalsium harian maksimum 1000-1200 mg. (8)
Referensi:
1. Institut Kedokteran. Asupan Referensi Makanan untuk Kalsium dan Vitamin D. Washington, DC: The National Academies Press; 2011.
2. UpToDate. Calcium and vitamin D for bone health: Beyond the basics [Internet]. Waltham, MA: UpToDate Inc.; [cited 2024 Sep 20]. Available from: https://www.uptodate.com/contents/calcium-and-vitamin-d-for-bone-health-beyond-the-basics/print
3. Holick MF. Vitamin D Physiology, Molecular Biology, and Clinical Applications. 2nd ed. USA: Springer; 2010.
4. Pengaruh Pajanan Sinar Ultraviolet B Bersumber dari Sinar Matahari terhadap Konsentrasi Vitamin D (25(OH)D) dan Hormon Paratiroit pada Perempuan Usia Lanjut Indonesia [Internet]. jurnalkesmas.ui.ac.id. 2013 [cited 2024 Sep 20]. Available from: https://jurnalkesmas.ui.ac.id.
5. National Academies. IOM report sets new dietary intake levels for calcium and vitamin D to maintain health and avoid risks associated with excess [Internet]. 2010 [cited 2024 Sep 20]. Available from: https://www.nationalacademies.org/news/2010/11/iom-report-sets-new-dietary-intake-levels-for-calcium-and-vitamin-d-to-maintain-health-and-avoid-risks-associated-with-excess
6. Departemen Kesehatan RI. Permenkes tentang Angka Kecukupan Gizi. Gizinet. 2013.
7. Chen LR, Wen YT, Kuo CL, Chen KH. Calcium and Vitamin D Supplementation on Bone Health: Current Evidence and Recommendations. Int J Gerontol. 2014;8(4):183-188. doi: 10.1016/j.ijge.2014.06.001. Available from: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1873959814000891
8. Papaioannou A, Kennedy CC, Dolovich L, Lau E, Adachi JD. Efficacy of home-based exercise for improving quality of life among elderly women with symptomatic osteoporosis-related vertebral fractures. Osteoporos Int. 2003;14(8):677-82.