OSTEOPOROSIS adalah masalah kesehatan yang besar. Secara global, diperkirakan lebih dari 6% pria dan 21% wanita usia di atas 50 tahun mengalami osteoporosis. Hal ini berarti lebih dari 500 juta orang di seluruh dunia mengalami osteoporosis dan berbagai komplikasi terkait osteoporosis. Secara global, osteoporosis diperkirakan menyebabkan hampir 9 juta kasus patah tulang tiap tahunnya. Besarnya angka patah tulang akibat osteoporosis ini menyebabkan bukan hanya beban penyakit yang tinggi, namun juga dampak terhadap gangguan fungsional karena pada populasi yang berusia lanjut dan mengalami patah tulang menjadi lebih mungkin untuk mengalami disabilitas dan membutuhkan perawatan jangka panjang.
Diperkirakan bahwa angka kejadian patah tulang akibat osteoporosis dan disabilitas yang diakibatkannya lebih besar daripada mayoritas penyakit tidak menular lainnya seperti stroke, penyakit kardiovaskuler, maupun penyakit keganasan. Puslitbang Gizi Kemenkes RI pada 2005 memperkirakan dua dari lima orang di Indonesia berisiko terkena osteoporosis dengan angka prevalensi osteoporosis diperkirakan sebesar 10,3% dan osteopenia sebesar 41.7%. Penelitian lain tahun 2013 menunjukan angka prevalensi osteoporosis pada perempuan usia diatas 70 tahun mencapai 53%. Kedepannya, seiring dengan laju pertambahan penduduk disertai bertambahnya angka harapan hidup masyarakat Indonesia, maka kita akan dihadapkan pada pergeseran pola demografi di mana kelompok populasi usia lanjut akan semakin meningkat/aging population. Hal ini diperkirakan akan turut menyebabkan peningkatan angka osteoporosis di Indonesia hingga 135% pada tahun 2050.
“Semua data tersebut menunjukan kepada kita bersama bahwa
osteoporosis merupakan sebuah tantangan kesehatan yang besar dan berpotensi
untuk semakin menantang kedepannya bagi kita semua. Penanganan pada kasus
osteoporosis membutuhkan pendekatan yang holistik, komprehensif, dan
multidisipliner mulai dari fase promotif, preventif, kuratif hingga
rehabilitatif agar dapat memberikan hasil yang terbaik guna mencapai kemampuan
fungsional dan kualitas hidup paling optimal bagi pasien-pasien kita,” terang
Ketua Umum PB.PEROSI Dr. dr. Tirza Z Tamin, Sp.KFR., M.S(K) FIPM (USG).
Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi) adalah Perhimpunan Dokter Seminat (PDSm) dibawah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu kedokteran yang bergerak bersama untuk meningkatkan dan mengoptimalkan pencegahan serta penanganan osteoporosis di Indonesia. PEROSI telah berdiri semenjak 28 Oktober 2000. Adapun spesialis yang tergabung adalah spesialis penyakit dalam, bedah orthopaedi, kebidanan dan kandungan, gizi klinik, kedokteran olahraga, farmakologi, rehabilitasi medik, neurologi, serta ilmu kesehatan anak. Sepanjang perjalanannya, PEROSI telah terus tumbuh dan berkembang dan saat ini telah terdiri dari 19 cabang di seluruh Indonesia.
Pengurus Besar (PB) PEROSI, pada tanggal 4 Februari 2024 juga dilakukan pelantikan kepengurusan PB PEROSI periode 2023-2026. Kepengurusan PB PEROSI periode ini mengusung visi “Menjadi organisasi yang berkualitas dan komprehensif dalam mengembangkan dan mensosialisasikan pencegahan serta penanganan osteoporosis secara multidisiplin guna tercapainya mobilitas yang sehat”. Visi ini kemudian diturunkan menjadi empat misi dan akan diimplementasikan dengan berbagai program kerja yang berfokus untuk tercapainya cita-cita tersebut. “Perosi senantiasa akan terus bertekad sekarang dan siap membantu pemerintah untuk meningkatkan serta mengoptimalkan pencegahan dan penanganan osteoporosis di Indonesia. Tentu hal ini tidak dapat dilakukan tanpa adanya kerja sama dengan seluruh stakeholder baik dibidang kesehatan maupun non kesehatan, serta di taraf nasional hingga internasional guna tercapainya mobilitas yang sehat bagi seluruh masyarakat Indonesia,” terusTirza.
OSTEOPOROSIS adalah masalah kesehatan yang besar. Secara
global, diperkirakan lebih dari 6% pria dan 21% wanita usia di atas 50 tahun
mengalami osteoporosis. Hal ini berarti lebih dari 500 juta orang di seluruh
dunia mengalami osteoporosis dan berbagai komplikasi terkait osteoporosis.
Secara global, osteoporosis diperkirakan menyebabkan hampir 9 juta kasus patah
tulang tiap tahunnya. Besarnya angka patah tulang akibat osteoporosis ini
menyebabkan bukan hanya beban penyakit yang tinggi, namun juga dampak terhadap
gangguan fungsional karena pada populasi yang berusia lanjut dan mengalami
patah tulang menjadi lebih mungkin untuk mengalami disabilitas dan membutuhkan
perawatan jangka panjang.
Diperkirakan bahwa angka kejadian patah tulang akibat
osteoporosis dan disabilitas yang diakibatkannya lebih besar daripada mayoritas
penyakit tidak menular lainnya seperti stroke, penyakit kardiovaskuler, maupun
penyakit keganasan. Puslitbang Gizi Kemenkes RI pada 2005 memperkirakan dua
dari lima orang di Indonesia berisiko terkena osteoporosis dengan angka
prevalensi osteoporosis diperkirakan sebesar 10,3% dan osteopenia sebesar
41.7%. Penelitian lain tahun 2013 menunjukan angka prevalensi osteoporosis pada
perempuan usia diatas 70 tahun mencapai 53%. Kedepannya, seiring dengan laju
pertambahan penduduk disertai bertambahnya angka harapan hidup masyarakat
Indonesia, maka kita akan dihadapkan pada pergeseran pola demografi di mana
kelompok populasi usia lanjut akan semakin meningkat/aging population. Hal ini
diperkirakan akan turut menyebabkan peningkatan angka osteoporosis di Indonesia
hingga 135% pada tahun 2050.“Semua data tersebut menunjukan kepada kita bersama
bahwa osteoporosis merupakan sebuah tantangan kesehatan yang besar dan
berpotensi untuk semakin menantang kedepannya bagi kita semua.
Penanganan pada kasus osteoporosis membutuhkan pendekatan yang holistik, komprehensif, dan multidisipliner mulai dari fase promotif, preventif, kuratif hingga rehabilitatif agar dapat memberikan hasil yang terbaik guna mencapai kemampuan fungsional dan kualitas hidup paling optimal bagi pasien-pasien kita,” terang Ketua Umum PB.PEROSI Dr. dr. Tirza Z Tamin, Sp.KFR., M.S(K) FIPM (USG). Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi) adalah Perhimpunan Dokter Seminat (PDSm) dibawah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu kedokteran yang bergerak bersama untuk meningkatkan dan mengoptimalkan pencegahan serta penanganan osteoporosis di Indonesia. PEROSI telah berdiri semenjak 28 Oktober 2000. Adapun spesialis yang tergabung adalah spesialis penyakit dalam, bedah orthopaedi, kebidanan dan kandungan, gizi klinik, kedokteran olahraga, farmakologi, rehabilitasi medik, neurologi, serta ilmu kesehatan anak.
Sepanjang perjalanannya, PEROSI telah
terus tumbuh dan berkembang dan saat ini telah terdiri dari 19 cabang di
seluruh Indonesia.Pengurus Besar (PB) PEROSI, pada tanggal 4 Februari 2024 juga
dilakukan pelantikan kepengurusan PB PEROSI periode 2023-2026. Kepengurusan PB
PEROSI periode ini mengusung visi “Menjadi organisasi yang berkualitas dan
komprehensif dalam mengembangkan dan mensosialisasikan pencegahan serta
penanganan osteoporosis secara multidisiplin guna tercapainya mobilitas yang
sehat”. Visi ini kemudian diturunkan menjadi empat misi dan akan
diimplementasikan dengan berbagai program kerja yang berfokus untuk tercapainya
cita-cita tersebut. “Perosi senantiasa akan terus bertekad sekarang dan siap
membantu pemerintah untuk meningkatkan serta mengoptimalkan pencegahan dan
penanganan osteoporosis di Indonesia. Tentu hal ini tidak dapat dilakukan tanpa
adanya kerja sama dengan seluruh stakeholder baik dibidang kesehatan maupun non
kesehatan, serta di taraf nasional hingga internasional guna tercapainya
mobilitas yang sehat bagi seluruh masyarakat Indonesia,” terusTirza.Osteoporosis
disering disebut penyakit tanpa gejala 'silent epidemic'. Osteoporosis
merupakan suatu penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh menurunnya
kepadatan tulang, sehingga tulang mudah patah. Di Indonesia sendiri,
Osteoporosis dikenal oleh masyarakat dengan sebutan keropos tulang.
Pendiri Perosi, Prof. Dr. dr. Ichramsyah A Rachman, SpOG(K)
menerangkan salah satu cara untuk mencegah osteoporosis yakni
berolahraga."Sudahlah gerak, olahraga," terang Ichramsyah