Sebagai bentuk komitmen untuk melanjutkan perjuangan dalam bidang osteoporosis, Pengurus Besar Perhimpunan Osteoporosis Indonesi (PB Perosi) menggelar acara pelantikan kepengurusan PB Perosi untuk periode 2023-2026 di Jakarta Pusat, Ahad (5/2/2024).

Kepengurusan PB Perosi periode ini mengusung visi “Menjadi organisasi yang berkualitas dan komprehensif dalam mengembangkan dan mensosialisasikan pencegahan serta penanganan osteoporosis secara multidisiplin guna tercapainya mobilitas yang sehat”.  

Ketua Umum Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi), dr Tirza Z Tamin mengatakan, Perosi adalah perkumpulan organisasi profesi yang bergerak untuk mencegah dan menangani masalah osteoporosis di Indonesia. Ke depannya, menurut dia, pihaknya siap untuk membantu pemerintah dalam mencegah dan menangani osteoporosis di Indonesia.

“Perosi senantiasa akan terus bertekad sekarang dan siap membantu pemerintah untuk meningkatkan serta mengoptimalkan pencegahan dan penanganan osteoporosis di Indonesia,” ujar dr Tirza kepada wartawan, Ahad (4/2/2024).

Tentu, kata dia, hal itu tidak dapat dilakukan tanpa adanya kerja sama dengan seluruh stakeholder, baik di bidang kesehatan maupun non kesehatan, serta di taraf nasional hingga internasional.

Lebih lanjut, dr Tirza menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia telah menetapkan visi selama periode 2019-2024. Dalam upaya pencapaian visi dan misi pemerintah ini, menurut dr Tirza, ada beberapa tantangan dalam aspek kesehatan, salah satunya adalah penyakit yang sering disebut sebagai “silent epidemic” yaitu osteoporosis.

“Osteoporosis merupakan suatu penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh menurunnya kepadatan tulang, sehingga tulang mudah patah. Di Indonesia sendiri, osteoporosis dikenal oleh Masyarakat dengan sebutan keropos tulang,” ucap dia.

Osteoporosis sendiri masalah kesehatan yang besar. Data secara global memperkirakan lebih dari 6 persen pria dan 21 persen wanita usia di atas 50 tahun mengalami osteoporosis.

“Hal ini berarti lebih dari 500 juta orang di seluruh dunia mengalami osteoporosis dan berbagai komplikasi terkait osteoporosis,” kata dr Tirza.

Secara global, lanjut dia, osteoporosis diperkirakan menyebabkan hampir 9 juta kasus patah tulang tiap tahunnya. Besarnya angka patah tulang akibat osteoporosis ini menyebabkan bukan hanya beban penyakit yang tinggi, namun juga dampak terhadap gangguan fungsional karena pada populasi yang berusia lanjut dan mengalami patah tulang menjadi lebih mungkin untuk mengalami disabilitas dan membutuhkan perawatan jangka panjang.

Diperkirakan bahwa angka kejadian patah tulang akibat osteoporosis dan disabilitas yang diakibatkannya lebih besar daripada mayortias penyakit tidak menular lainnya seperti stroke, penyakit kardiovaskuler, maupun penyakit keganasan.

Di Indonesia sendiri penelitian tahun 2005 oleh Puslitband Gizi Kemenkes RI memperkirakan dua dari lima orang di Indonesia berisiko terkena osteoporosis dengan angka prevalensi osteoporosis diperkirakan sebesar 10,3 persen dan osteopenia sebesar 41,7 persen. Penelitian lain pada tahun 2013 menunjukkan angka prevalensi osteoporosis pada perempuan usia di atas 70 tahun mencapai 53 persen.

Menurut dr Tirza, ke depannya seiring dengan laju pertambahan penduduk disertai bertambahnya angka harapan hidup masyarakat Indonesia, maka kita akan dihadapkan pada pergeseran pola demografik di mana kelompok populasi usia lanjut akan semakin meningkat /aging population.

Hal ini diperkirakan akan turut menyebabkan peningkatan angka osteoporosis di Indonesia hingga 135 persen pada tahun 2050.

“Semua data tersebut menunjukan kepada kita bersama bahwa osteoporosis merupakan sebuah tantangan kesehatan yang besar dan berpotensi untuk semakin menantang ke depannya bagi kita semua,” jelas dr Tirza.

Dia melanjutkan, penanganan pada kasus osteoporosis membutuhkan pendekatan yang holistik, komprehensif, dan multidisipliner mulai dari fase promotif, preventif, kuratif hingga rehabilitatif agar dapat memberikan hasil yang terbaik guna mencapai kemampuan fungsional dan kualitas hidup paling optimal bagi pasien-pasien kita.

“Tantangan inilah yang harus dapat dijawab oleh tenaga kesehatan di Indonesia, dan disinilah menjadi peranan Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi),” ujar dr Tirza.

Sementara itu, pendiri Perosi, Prof. dr. Ichramsyah A Rachman, menjelaskan, Perosi adalah Perhimpunan Dokter Seminat (PDSm) di bawah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu kedokteran yang bergerak bersama untuk meningkatkan dan mengoptimalkan pencegahan serta penanganan osteoporosis di Indonesia.

Perosi telah berdiri semenjak 28 Oktober 2000. Adapun spesialis yang tergabung adalah spesialis penyakit dalam, bedah orthopaedi, kebidanan dan kandungan, gizi klinik, kedokteran olahraga, farmakologi, rehabilitasi medik, neurologi, serta ilmu kesehatan anak.

“Sepanjang perjalanannya, Perosi telah terus tumbuh dan berkembang dan saat ini telah terdiri dari 19 cabang di seluruh Indonesia,” kata Prof Ichramsyah.

Sumber : Ketum Perosi Siap Bantu Pemerintah Cegah dan Tangani Osteoporosis - Boyanesia - Halaman 2 (republika.co.id)

Views : 79

Share :